Jumat, 30 September 2016

Mensyukuri Nikmat Islam Yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala Karuniakan Kepada Kita


Pertama
MENSYUKURI NIKMAT ISLAM YANG ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA KARUNIAKAN KEPADA KITA
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Allah Azza wa Jalla berfirman:
فَمَن يُرِدِ اللَّهُ أَن يَهْدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ ۖ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ ۚ كَذَٰلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ
“Barangsiapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barangsiapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” [Al-An’aam: 125]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
مَن شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Rabb-nya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” [Az-Zumar: 22]
Orang yang tidak mendapat hidayah akan senantiasa berada dalam kegelapan dan kerugian. Bagaimana jika seandainya seseorang tidak diberi hidayah oleh Allah Azza wa Jalla? Maka pasti ia menderita dalam kekafirannya, hidupnya sengsara dan tidak tenteram, serta di akhirat akan disiksa dengan siksaan yang abadi [1]. Allah Azza wa Jalla menunjuki hamba-Nya dari kegelapan menuju cahaya yang terang benderang melalui Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk itu, kewajiban kita adalah mengikuti, meneladani dan mentaati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala perilaku kehidupan kita, jika kita menginginkan hidup di bawah cahaya Islam. Allah Azza wa Jalla menyatakan bahwa Dia Azza wa Jalla telah memberikan karunia yang besar dengan diutusnya Nabi dan Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
لَقَدْ مَنَّ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Sungguh, Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika (Allah) mengutus seorang Rasul (Muhammad) di tengah-tengah mereka dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur-an) dan Hikmah (As-Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” [Ali ‘Imran: 164]
Setiap muslim niscaya meyakini bahwasanya karunia Allah Azza wa Jalla yang terbesar di dunia ini adalah agama Islam. Seorang muslim akan senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberinya petunjuk ke dalam Islam dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah sendiri telah menyatakan Islam sebagai karunia-Nya yang terbesar yang Dia berikan kepada hamba-hamba-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”[Al-Maa-idah: 3]
A. Kewajiban Kita Atas Karunia yang Kita Terima
Sesungguhnya wajib bagi kita bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla dengan cara melaksanakan kewajiban terhadap-Nya. Setiap muslim wajib bersyukur atas nikmat Islam yang telah diberikan Allah Azza wa Jalla kepadanya. Jika seseorang yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada orang lain yang telah memberikan sesuatu yang sangat berharga baginya, maka ia adalah orang yang tidak tahu berterima kasih. Demikian juga jika manusia tidak melaksanakan kewajibannya kepada Allah Azza wa Jalla, maka dia adalah manusia yang paling tidak tahu berterima kasih.
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” [Al-Baqarah: 152]
Kewajiban apakah yang harus kita laksanakan kepada Allah Azza wa Jalla yang telah memberikan karunia-Nya kepada kita? Jawabannya, karena Allah Azza wa Jalla telah memberikan karunia-Nya kepada kita dengan petunjuk ke dalam Islam, maka bukti terima kasih kita yang paling baik adalah dengan beribadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla secara ikhlas, mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala, menjauhkan segala bentuk kesyirikan, ittiba’ (mengikuti) Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta taat kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dengan hal itu kita menjadi muslim yang benar. Oleh karena itu, agar menjadi seorang muslim yang benar, kita harus menuntut ilmu syar’i. Kita harus belajar agama Islam karena Islam adalah ilmu dan amal shalih. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allah Azza wa Jalla dengan membawa keduanya.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dia-lah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk (Al-Qur-an) dan agama yang benar untuk diunggulkan atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” [At-Taubah: 33]
Allah Azza wa Jalla juga berfirman:
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ شَهِيدًا
“Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar, agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” [Al-Fat-h: 28]
Juga lihat Ash-Shaaff ayat 9.
Yang dimaksud dengan اَلْهُدَى (petunjuk) adalah ilmu yang bermanfaat, dan دِيْنُ الْحَقِّ (agama yang benar) adalah amal shalih. Allah Azza wa Jalla mengutus Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskan kebenaran dari kebathilan, menjelaskan Nama-Nama Allah, Sifat-Sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta memerintahkan semua yang bermanfaat bagi hati, ruh dan jasad. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah Azza wa Jalla, mencintai-Nya, berakhlak dengan akhlak yang mulia, beramal shalih dan beradab dengan adab yang bermanfaat. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang perbuatan syirik, amal dan akhlak buruk yang membahayakan hati dan badan juga dunia dan akhirat.[2]
Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu merupakan jalan yang lurus (ash-Shirathal Mustaqim) untuk memahami antara yang haq dan yang bathil, antara yang ma’ruf dan yang mungkar, antara yang bermanfaat dan yang mudharat (membahayakan), dan menuntut ilmu akan membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang muslim tidaklah cukup hanya dengan menyatakan ke-Islamannya tanpa memahami dan mengamalkannya. Pernyataannya itu haruslah dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam.
Untuk itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi.
Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” [3]
Menuntut ilmu adalah jalan menuju Surga.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
…مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ.
“…Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan dirinya dengannya jalan menuju Surga.” [4]
B. Pentingnya Ilmu Syar’i
Kita dan anak-anak kita akan tetap dan senantiasa ditambahkan ilmu, hidayah dan istiqamah di atas ketaatan jika kita beserta keluarga menuntut ilmu syar’i. Hal ini tidak boleh diabaikan dan tidak boleh dianggap remeh. Kita harus selalu bersikap penuh perhatian, serius serta sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i. Kita akan tetap berada di atas ash-Shiraathal Mustaqiim jika kita selalu belajar ilmu syar’i dan beramal shalih. Jika kita tidak memperhatikan dua hal penting ini, tidak mustahil iman dan Islam kita akan terancam bahaya. Sebab, iman kita akan terus berkurang dikarenakan ketidaktahuan kita tentang Islam dan iman, kufur, syirik, dan dengan sebab banyaknya dosa dan maksiyat yang kita lakukan! Bukankah iman kita jauh lebih berharga daripada hidup ini?
Dari sekian banyak waktu yang kita habiskan untuk bekerja, berusaha, bisnis, berdagang, kuliah dan lainnya, apakah tidak bisa kita sisihkan sepersepuluhnya untuk hal-hal yang dapat melindungi iman kita?
Saya tidaklah mengatakan bahwa setiap muslim harus menjadi ulama, membaca kitab-kitab tebal dan menghabiskan waktu belasan atau puluhan tahun untuk usaha tersebut. Namun, minimal setiap muslim harus dapat menyediakan waktunya satu jam saja setiap hari untuk mempelajari ilmu pengetahuan tentang agama Islam. Itulah waktu yang paling sedikit yang harus disediakan oleh setiap muslim, baik remaja, pemuda, orang dewasa maupun yang sudah lanjut usia. Setiap muslim harus memahami esensi ajaran Al-Qur-an dan As-Sunnah yang shahih menurut pemahaman para Salafush Shalih. Oleh karena itu, ia harus tahu tentang agama Islam dengan dalil dari Al-Qur-an dan As-Sunnah sehingga ia dapat mengamalkan Islam ini dengan benar. Tidak banyak waktu yang dituntut untuk memperoleh pengetahuan agama Islam. Jika iman kita lebih berharga dari segalanya, maka tidak sulit bagi kita untuk menyediakan waktu 1 jam (enam puluh menit) untuk belajar tentang Islam setiap hari dari waktu 24 jam (seribu empat ratus empat puluh menit).
Ilmu syar’i mempunyai keutamaan yang sangat besar dibandingkan dengan harta yang kita miliki.
C. Kemuliaan Ilmu Atas Harta [5]
Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah (wafat th. 751 H) v menjelaskan perbedaan antara ilmu dengan harta, di antaranya sebagai berikut:
1. Ilmu adalah warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan para raja dan orang kaya.
2. Ilmu menjaga pemiliknya, sedang pemilik harta menjaga hartanya.
3. Ilmu adalah penguasa atas harta, sedang harta tidak berkuasa atas ilmu.
4. Harta bisa habis dengan sebab dibelanjakan, sedangkan ilmu justru bertambah dengan diajarkan.
5. Pemilik harta jika telah meninggal dunia, ia berpisah dengan hartanya, sedangkan ilmu mengiringinya masuk ke dalam kubur bersama para pemiliknya.
6. Harta bisa didapatkan oleh siapa saja, baik orang beriman, kafir, orang shalih dan orang jahat, sedangkan ilmu yang bermanfaat hanya didapatkan oleh orang yang beriman saja.
7. Sesungguhnya jiwa menjadi lebih mulia dan bersih dengan mendapatkan ilmu, itulah kesempurnaan diri dan kemuliaannya. Sedangkan harta tidak membersihkan dirinya, tidak pula menambahkan sifat kesempurnaan dirinya, malah jiwanya menjadi berkurang dan kikir dengan mengumpulkan harta dan menginginkannya. Jadi keinginannya kepada ilmu adalah inti kesempurnaan-nya dan keinginannya kepada harta adalah ketidak-sempurnaan dirinya.
8. Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar seluruh ketaatan, sedangkan mencintai harta dan dunia adalah akar berbagai kesalahan.
9. Sesungguhnya orang berilmu mengajak manusia kepada Allah Azza wa Jalla dengan ilmunya dan akhlaknya, sedangkan orang kaya mengajak manusia ke Neraka dengan harta dan sikapnya.
10. Sesungguhnya yang dihasilkan dengan kekayaan harta adalah kelezatan binatang. Jika pemiliknya mencari kelezatan dengan mengumpulkannya, itulah kelezatan ilusi. Jika pemiliknya mengumpulkan dengan mengguna-kannya untuk memenuhi kebutuhan syahwatnya, itulah kelezatan binatang. Sedangkan kelezatan ilmu, ia adalah kelezatan akal plus ruhani yang mirip dengan kelezatan para Malaikat dan kegembiraan mereka. Di antara kedua kelezatan tersebut (kelezatan harta dan ilmu) terdapat perbedaan yang sangat mencolok.
Seorang muslim harus mengetahui tentang pengertian Islam, karena itu ia harus belajar tentang Islam, definisi, dan inti dari ajarannya yang mulia.
[Disalin dari buku Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan ke 3]
_______
Footnote
[1]. Lihat surat Ali ‘Imran ayat 91 dan al-Maa-idah ayat 36-37.
[2]. Lihat kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan fii Tafsiiril Kalaamil Mannaan (hal. 295-296) oleh Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di (wafat th. 1376 H), cet. Muassasah ar-Risalah, th. 1417 H.
[3]. HR. Ibnu Majah (no. 224) dari Shahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, lihat Shahiih al-Jamii’ish Shaghiir (no. 3913). Diriwayatkan pula dari beberapa Shahabat seperti ‘Ali, Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id al-Khudri, Husain bin ‘Ali Radhiyallahu anhum oleh imam-imam ahli hadits lainnya dengan sanad yang shahih. Lihat kitab Takhriij Musykilatul Faqr (no. 86) oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, cet. IV/ Al-Maktab al-Islami, th. 1414 H.
[4]. HR. Muslim (no. 2699) dan selainnya, dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu anhu
[5]. Lihat al-‘Ilmu; Fadhluhu wa Syaraafuhu min Durari Kalami Syaikhul Islam Ibnul Qayyim, hal. 160-173, tahqiq wa ta’liq: Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid al-Halabi al-Atsari, cet. I, Majmu’ah at-Tuhaf an-Nafa-is ad-Dauliyah, th. 1416 H.


Sumber: https://almanhaj.or.id/3193-mensyukuri-nikmat-islam-yang-allah-subhanahu-wa-taala-karuniakan-kepada-kita.html

Makna Syukur dalam Al-Quran


Banyak manusia stress dalam kegelisahan karena tidak mampu menikmati apa yang diberikan Allah kepadanya. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya pemahaman kita terhadap makna syukur atas nikmat Allah. Karena mestinya dia yakin bahwa apa yang diberikan Allah kepadanya adalah yang terbaik untuk dirinya, sehingga dia bersyukur.

Rasul saw pernah bersabda bahwa orang yang paling bersyukur ialah manusia yang palingqanaah (menerima pemberian Allah) dalam kehidupannya, sedang manusia yang paling kufur adalah manusia yang rakus dan tamak. Karena orang yang rakus itu tak pernah menikmati yang sudah ia terima, tapi ia masih terus berangan-angan terhadap apa yang belum ia miliki.
Imam ali ra mengatakan orang yang qanaah adalah orang yang kaya. Sedangkan yang rakus/tama’ adalah sebenarnya orang fakir.
A.      KATA SYUKUR DALAM AL-QURAN
Kata “Syukur” dan yang seakar dengannya disebutkan sebanyak 75 kali dalam al-Quran. Menariknya, kata al-Quran juga menyebutkan sejumlah yang sama (75 kali) untuk kata “Bala’” (Musibah). Sebagian mufassir mengatakan bahwa sepertinya hal ini mengindikasikan bahwa Allah SWT ingin mengatakan bahwa adanya musibah itu karena kurangnya bersyukur kepada Allah SWT.
B.      PERINTAH BERSYUKUR DAN LARANGAN KUFUR
Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim: 7)
Pada ayat diatas Allah mengumumkan kepada kita bahwa jika kita bersyukur atas nikmat2 yang kita terima, maka Allah akan menambah nikmat diatas kenikmatan yang telah diberikan-Nya pada kita. Tambahan nikmat yang dimaksud disini bisa berbentuk zahir (seperti harta yang bertambah), ataupun batin (misal: ketentraman hati, kebahagiaan keluarga, kekhusyuan shalat, ataupun nikmat-nikmat yang nanti akan kita terima di akherat nanti).
Kemudian ketika hamba-Nya kufur nikmat, bahasa yang digunakan Allah dalam ayat diatas tidak dengan “akan aku adzab” (semodel dng ketika bersyukur: akan aku tambah nikmat), tapi cukup dengan warning bahwa “adzab-Ku sangat pedih”. Jadi kalau nantinya seseorang mendapatkan adzab, itu adalah hasil dari apa yang dia lakukan sendiri, bukan karena Allah. Sebagaimana dengan nikmat, makna “adzab” pun bermacam-macam. Bisa saja bentuknya adalah dicabutnya nikmat dengan berbagai cara. Bentuk-bentuk siksaan lain misalnya adalah dicabutnya rasa takut kita untuk berbuat dosa, kita tidak lagi merasa rindu dengan surga ketika diceritakan, dll.
C.      MUSIBAH TIDAK MENIMPA ORANG-ORANG YANG BERSYUKUR
Musibah (bala’) sebenarnya tidak akan pernah muncul ketika seseorang selalu merasa bersyukur. Karena apapun yang diterimanya dia akan merasa bahwa itu adalah yg terbaik baginya, sehingga ia bersyukur atasnya.
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS.An-Nisa: 147)
Allah tidak akan menyiksa (menimpakan musibah) jika kita bersyukur dan beriman. Oleh karena itu selalu ingatlah kepada Allah dan bersyukurlah, jangan kufur nikmat. Demikian seperti firman-Nya berikut:
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. Al-Baqarah: 152)
Ketika kita mengingat-ingat nikmat Allah sebenarnya nikmat tersebut tak terhingga jumlahnya.
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl: 18)
Kalau menghitung saja kita tidak akan mampu, bagaimana mungkin kita akan mampu untuk mensyukuri dengan sempurna?
D.      SYUKUR ADALAH IBADAH YANG TAKKAN PERNAH SAMPAI KE PUNCAKNYA
Syukur adalah ibadah yang tidak akan pernah sampai pada puncaknya. Antara lain karena setiap ungkapan syukur adalah sesuatu yang harus disyukuri pula, karena taufik dan kemampuan yang diberikan-Nya lah kita dapat melakukannya.
Allah berfirman kepada Musa as: “Hai Musa, bersyukurlah kepada-Ku dengan syukur yang sebenarnya. Kemudian Musa as berkata: bagaimana aku bersyukur sebenar-benarnya, sedangkan tiada ungkapan syukur yang kuungkapkan kepadaMu melainkan itu juga merupakan nikmatMu. Allah SWT menjawab: Ya Musa, sekarang kamu baru bersyukur sebenar-benarnya karena kamu menyakini bahwa segala sesuatu adalah pemberian-Ku.”
Syukur adalah menampakkan dan menggunakan nikmat Allah baik dalam keyakinan di hati,ungkapanamalan praktek.
E.       BERSYUKUR ADALAH SYARAT TAUHID
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS al-Baqarah [2:172])
Ayat tersebut mengatakan bahwa kita belum disebut sebagai benar-benar mengesakan Allah, menyembah Allah yang Maha Esa kalau kita belum bersyukur kepada-Nya.
F.       SYUKUR ATAU KUFUR SEJATINYA UNTUK DIRI KITA SENDIRI
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.(QS Luqman:12)
Konsep Al-Quran mengatakan bahwa setiap perbuatan itu akan kembali kepada diri pelakunya sendiri. Allah tidak membutuhkan perbuatan baik kita, tapi kitalah yang membutuhkannya. Seperti dalam ayat lain “In ahsantum ahsantum li anfusikum, wa in asa’tum fa laha” (jika kalian berbuat baik sejatinya itu perbuatan baik untuk diri kalian sendiri, demikian juga dengan perbuatan buruk juga akan kembali kepada pelakunya sendiri).
Demikian juga dengan bersyukur. Allah tidak membutuhkan syukur kita, tapi kitalah yang membutuhkan syukur itu untuk diri kita sendiri. Jika seluruh makhluq kufur pun, tidak akan mengurangi kekuasan dan kekayaan Allah SWT.
G.     NILAI SYUKUR
Terdapat beberapa nilai dari bersyukur menurut Al-Quran sebagai berikut:
  • Ketika kita bersyukur, sebenarnya kita sedang memberikan nikmat bagi diri kita sendiri
  • Ketika kita bersyukur, sebenarnya kita sedang bersiap menerima tambahan nikmat Allah
  • Ketika kita bersyukur, sebenarnya kita sedang membentengi diri kita dari siksa Allah (rujuk kembali An-Nisa:147 dan Ibrahim: 7)
  • Ketika kita bersyukur, maka kita akan selalu merasa tentram karena merasa semua yang terjadi adalah yang terbaik bagi dirinya menurut Allah SWT.
Mari kita ingat bagaimana penyikapan Nabi Ayyub as terhadap musibah yang beliau terima belasan tahun sebagaimana diabadikan dalam ayat al-Quran berikut:
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang“.(QS Al-Anbiya’: 83)

H.     MUSUH MANUSIA UNTUK BERSYUKUR
Manusia memiliki musuh yaitu syaitan yang tidak rela jika kita mendapatkan nikmat-nikmat anugerah, dll. Musuh kita itu pernah bersumpah pada Allah untuk menggoda bani adam agar tidak bersyukur.
16. Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,  17. kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 16-17)
  • Setan mengganggu kita dari depan (kita dilupakan dengan hari depan/akherat, sehingga kita tidak bersyukur).
  • Setan mengganggu kita dari belakang (kita dibuat khawatir akan anak-anak yang harus ditinggali harta yang banyak sehingga akhirnya membuat kita rakus untuk terus mengumpulkan harta dengan berbagai cara. Ingat: Alhakumut Takatsurhatta zurtumu al-Maqabir…dst)
  • Setan mengganggu kita dari kanan (kita dijadikan memandang kebaikan amal-amal mulia sebagai sesuatu yang rendah dan tidak menarik.)
  • Setan mengganggu kita dari kiri (kita dijadikan memandang perbuatan jelek sebagai sesuatu yang indah. Salah satu kerjaan setan adalah menghiasi amal-amal buruk sehingga tampak menarik dan indah.)
Tapi masih ada celah bagi kita karena ada yang tidak mampu setan mengganggunya, yaitu:
  • Setan tidak dapat mengganggu dari atas (yaitu ketika kita selalu berhubungan dengan Allah, bermunajat kepada Allah, dan melakukan sesuatu ikhlas hanya karena Allah)
  • Setan tidak dapat mengganggu dari bawah (yaitu ketika kita senantiasa bersujud kepada Allah, dan ketika kita bertawadhu kepada sesama hamba Allah.)
Ketika kita tidak bersyukur itu berarti kita mensukseskan misi setan kepada manusia.
I.        KEBANYAKAN MANUSIA TIDAK BERSYUKUR
Allah SWT mengatakan bahwa hanya sedikit dari manusia yang bersyukur:
Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur. (QS. Al-A’raf: 10)
Sesungguhnya Alloh benar-benar mempunyai karunia yang dilimpahkan atas umat manusia, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukurinya.” (QS. Yunus: 60)
Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.” (QS. As-Sajdah: 9.)
“Katakanlah: “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut yang kamu berdoa kepadaNya dengan berendah diri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan): ”Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari bencana ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang bersyukur.”   Katakanlah: ”Alloh menyelamatkan kamu daripada bencana itu dan dari segala macam kesusahan, kemudian kamu kembali mempersekutukan-Nya.” (QS Al-An’aam: 63-64)
J.        MENJAGA NIKMAT DENGAN BERSYUKUR
Pada umumnya orang baru sadar akan nikmat allah ketika kehilangan. Imam Ali ra pernah berkata bahwa kalau kamu dapat nikmat allah, maka jagalah nikmat tersebut. Caranya adalah dengan mensyukurinya.
Orang yang tidak bersyukur sebenarnya sedang siap-siap untuk dicabut nikmatnya oleh Allah.
K.      SYUKUR TIDAK HANYA BERLAKU DI ALAM DUNIA SAJA
Ternyata bersyukur bukanlah amalan yang hanya dikerjakan di dunia saja. Ketika para ahli surga akan memasuki pintu surga, pun akan masih perlu mengucapkan syukur seperti diterangkan dalam ayat berikut:
“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran.” Dan diserukan kepada mereka: “ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 43)
L.       KIAT BERSYUKUR
Salah satu kiat bersyukur yang dimuat dalam al-Quran adalah dengan tidak melihat / iri terhadap orang lain yang memiliki kekayaan atau kelebihan materi.
Maka janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi) harta benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka dalam kehidupan di dunia dan kelak akan melayang nyawa mereka, sedang mereka dalam keadaan kafir. (QS.At-Taubah: 55.)
Dan diulang lagi pada surat yang sama dengan kalimat yang sangat mirip:
“Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keadaan kafir.” (QS. At-taubah: 85)
M.    BERSYUKUR KEPADA HAMBA ALLAH
Selain bersyukur kepada-Nya sebagai pencipta dan pemberi nikmat itu, Allah juga perintahkan untuk mensyukuri cara yang digunakan sehingga berhasil meraih nikmat tersebut. Biasanya nikmat ini dihasilkan lewat perantara orang lain dan dengan bersyukur kepada orang lain. Salah satu contoh yang gamblang diungkap oleh al-Quran mengenai hal ini adalah berkaitan dengan kewajiban bersyukur kepada orang-tua.
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)
Kita ada melalui perantara orang tua kita, kita bisa seperti ini karena jasa besar orang tua kita yang membesarkan, memelihara dan mendidik kita sejak lahir. Oleh karena itu kita wajib pula bersyukur kepada orang tua.
Hal yang sama juga berlaku kepada hamba Allah yang lain yang menjadi perantara sampainya nikmat Allah kepada kita. Misalnya kepada yang memberi kita, menyembuhkan kita, dsb.
N.     KARUNIA ADALAH UJIAN KESYUKURAN
Setiap karunia atau anugerah yang kita dapatkan sebenarnya merupakan ujian untuk menentukan apakah kita termasuk orang yang bersyukur atau kufur. Sebagaimana pernyataan Nabi Sulaiman as yang diabadikan dalam al-Quran sebagai berikut:
“Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”. Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk karurnia Tuhanku untuk menguji aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (QS. An-Naml: 40)
Semoga kita semua lulus dalam menghadapi ujian-ujian terhadap karunia-karunia yang kita terima yang tidak terhitung jumlahnya itu.
O.     DOA UNTUK DAPAT SENANTIASA BERSYUKUR
maka dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh“. (QS. An-Naml: 19)
Atau dalam teks Arab-nya yang mungkin kita sering dengar dan amalkan:
RABBI AUZI’NI AN ASYKURA NI’MATAKA ALLATI  AN’AMTA ’ALAYYA WA ‘ALA WALIDAYYA WA AN A’MALA SHALIHAN TARDHAHU, WA ADKHILNI BIRAHMATIKA FI ’IBADIKA AS-SHALIHIN
Semoga kita semua dapat tergolong pada hamba-Nya yang senantiasa bersyukur. Amien, Ya arham ar-Rahimin.

Cara Meminta Maaf yang sah Menurut Syariat islam



Cara Meminta Maaf yang sah Menurut Syariat islam - Pengakuan dari setiap kesalahan adalah sifat yang terpuji, dimana setiap perbuatan yang dilakukan diakui jika itu adalah sebuah kesalahan.  Karena memang manusia itu cenderung melakukan kesalahan maka sebaiknya menyadari dan  melakukan perbaikan dari setiap kesalahan yang dilakukan, sesuai dengan hadist Rasulullah Saw.


hadist yang diriwatkan oleh At Tirmidzi, nom: 2499 serta dihasankan oleh Al Albani dalam kitab Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, nom: 4391


كُلُّ بَنِى أَدَمَ خَطّاءٌ وخَيرُ خَطّئِيْنَ التَّوّبُونَ

Artinya : Setiap anak Adam memiliki kesalahan, dan setiap kesalahan yang ia lakukan hendaklah ia bertubat”

Kesalahan terhadap sesama umat manusia seperti membuat hati seseorang tersakiti atau terluka hatinya atau mengambil barang teman tanpa seizinnya atau kesalahan lainnya. Jika kita ingin meminta maaf harus sempurna dan tidak bisa sesuka hati atau umumnya kita lihat orang-orang yang meminta maaf pada masa sekarang. Pada halaman ini zonapendidikan.com menjabarkan kepada anda tentang permintaan maaf-memafkan dalam hidup bermasyrakat sesuai ajaran dan syariat islam.

Cara Meminta Maaf yang sah Sesuai Syariat islam

 

Jangan Menunda sampai bulan Ramadhan
Banyak orang yang berpresepsi bahwa meminta maaf itu hanya untuk bulan Ramadhan atau momen yang tepat pada bulan Ramadhan saja. Ini adalah presepsi yang salah. Dalam syariat islam kita tidak boleh menunda waktu untuk meminta maaf, jika sudah mengakui kesalahan maka pada waktu itu juga kita harus meminta maaf. 

Kenapa demikian..?? 

karena umur kita tidak tahu kapan batasnya, misalkan kita sudah sadar telah melakukan kesalahan pada bulan Rajhab, dan ingin meminta maaf pada bulan Rmadhan, kita harus menunggu dua bulan , yang menjadi masalah apa umur kita nanti sampai pada bulan ramadhan nanti, jika tidak sampai maka dosa kita masih tersangkut dengan orang lain.
Bertemu Secara Langsung
Sudah menjadi kebiasaan umumnya di Negara kita meminta maaf dengan SMS atau media social sperti Facebook, BBM, Twitter dan sosmed lainnya. Sebagian jumhur Ulama mengatakan   hakikatnya ini tidak lah dianggap dari pengakuan maaf yang sah dan sebagian juga mengatakan bahwa permintaan maaf seperti ini kurang sempurna.

Bagaimana jika menggunakan telepon (Berbicara langsung)..?

ini juga belum dikatakan maaf yang sempurna karena pembicaraan jarak jauh itu sangat jauh bebeda motif ataupun hasil dari pada bertemu secara langsung. Perimtaan maaf langsung dengan ornag yang bersangkutan dengan bertemu secara langsung dengannya itulah permintaan maaf yang tepat.
Mengakui Kesalahan
Pengakuan kesalahan adalah dasar utama, dalam permintaan maaf sebelumnya sebut dahulu kesalahan dan beri pernyataan bahwa kita telah mengakuinya, jika memang ini menyangkut sebuah barang yang kita ambil tanpa minta izin pemilikinya, kita harus menyebut barang apa yang kita ambil dari jenis, jumlah dan bentuknya.

Berjabat Tangan
Ini merupakan anjuran tapi sebagian muslim suah melakukannya, jika berjabat tangan maka proses maaf maaf memaafkan akan lebih sempurna dan terasa lebih indah, bahakan ada juga melakukannya dengan berpelukan dan ada juga sampai saling berciuman, ini mungkin karena terharu.


Bagaiman jika berlainan jenis (Bukan Mahram)..?

Jika anda seorang laki-laki dan meminta maaf kepada perempuan yng bukan mahram (muhrim) cukup dengan menundukkan kepala dengan menyingkupkan tangan sejenak dan ditambahkan dengan senyuman sebentar (hanaya Sebentar tanpa maksud kelain hal).

Tidak sah diwakilkan 

Permintaan maaf juga tidak bisa diwakilkan, sperti yang sudah terjadi umunya yang kita lihat, sperti menulis pesan permohonan maaf kemudian meberi tanda menyatakan “Sekeluarga”. Jika permintaan serius bukanlah dengan media social.


Atau anda ingin meminta maaf dengan seseorang dan menyuruh teman untuk menyampaikan permintaan maaf anda. Ini adalah hal yang keliru dan sama sekali tidak sah. Dan pastinta orang bersangkutan tidak akan menerima ini.
 
Alihkan Ke Hal lain

Ini adalah trik atau cara yang tepat setelah terjadi proses maaf-memaafkan, mungkin saja kesalahan kita sudah membuat seseorang itu sangat merasa sakit yang mendalam. Dan mungkin juga dia sangat berat hati untuk memaafkannya, tapi karena dia masih menghargai hukum agama atau alasan lainnya dia sudah memafkan kita.

Jika proses maaf-memaafkan sudah selesai, maka buatlah pembicaraan baru yang menyakngkut tentang hal yang menyenangkan, tau berbasa-basi dan jangan mengingat kembali peristiwa yng terjadi sebelumnya.

Bagaimana Jika tidak dimaafkan..?

Ini adalah pertanyaan yang sering kita dengar, bahkan anak SD pun sering bertanya demikian, bagaimana jika sudah meminta maaf tapi yang bersangkutan tidak mau menerima permintaan maaf kita.

Dari Kesalahan yang kita lakukan terhadap seseorang ,permintaan maaf adalah hutang kita, jika sudah melakukan itu dengan benar, seperti bertemu langsung,  mengakui kesalahan dan meminta maafa secara tulus. Dan ternyata orang tersebut tidak mau memaafkan kita. Maka hutang kita sudah lunas. Selanjutnya orang itu akan berurusan denga Tuhan.

Allah aja maha pengampun,, masa’ manusia tidak bisa memaafkan sesamanya”

Ini dalah kalimat yang sering  kita dengar, dan memang jika sudah melakukan maaf maka hutang kita sudah selesai.  Dan orang yang tidak membuka pintu mamaf dari dirinya berarti orang itu sudah menutup jalan untuk silaturrahim.

Demikanlah sedikit pembahasan dari tentang  Cara Meminta Maaf yang sah Menurut Syariat islam, semoga ini bia menjadi pendidikan bagi  kita, selamat menjalin ukhuwah.

Sumber : http://www.zonapendidikan.com/2016/03/cara-meminta-maaf-yang-sah-menurut-syariat-islam.html

Copyright @ 2013 Rohis SMK Negeri 1 Depok (RHISAD).

Designed by MediaIslami | MEDIARHISAD