Minggu, 18 Mei 2014

Filled Under:

Hakikat Kejujuran di dalam Pandangan Islam



     
Kata shiddiq, berasal dari kata shidqu atau jujur, lawannya adalah al-kizbu atau bohong. Jujur artinya sesuainya sesuatu dengan kenyataan yang sesungguhnya dalam perkataan dan perbuatan (Humaidi Tatamangarsa, Akhlaq yang Mulia, Bina ilmu: 1998, 149)  Allah melekatkan sifat ini kepada para nabi dalam rangka pujian dan sanjungan kepada beliau, sebagaimana firman-Nya sebagai berikut:

Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang jujur (menepati) apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu [apa yang telah Allah janjikan kepadanya] dan mereka tidak merobah (janjinya) (QS Al-Ahzab; 33:23)

Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-kitab (Al-Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat jujur (membenarkan semua hal yang ghaib yang datang dari Allah) lagi seorang Nabi (QS. Maryam; 19:41).

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang jujur (benar janjinya), dan Dia adalah seorang Rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh ahlinya  (umat) untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat jujur (membenarkan) dan seorang Nabi (QS. Maryam; 19:54-56).
Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar QS. At-Taubah; 9:119).

Jujur adalah termasuk akhlaq mahmudah yang pokok dan penting; induk dari sifat-sifat baik lainnya, yang membawa orang kepada kebaikan. Karena itu Rasulullah SAW menyebutkan jujur itu sebagai semacam kunci masuk surga.
Sabda Rasulullah SAW, yang artinya: “Wajib bagimu berlaku benar (jujur), karena sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebajikan, dan kebajikan itu membimbig ke surga. Seseorang senantiasa berkata dan berlaku jujur dan mengusahakan sungguh-sungguh akan kejujuran,  atau bertindak jujur, sehingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang shiddiq” (HR. Bukhari).
“Empat perkara apabila ada padamu, tidak akan merugi lepasnya segala sesuatu dari dunia daripadamu, yaitu memelihara amanah, tutur kata yang benar, akhlaq yang baik, dan bersih dari tamak” (HR. Ahmad) (Humaidi Tatamangarsa, 1998;150)
“Hendaklah kamu sekalian menjamin kepadaku untuk mengerjakan 6 perkara, aku akan jamin untukmu surga; yaitu Jujurlah bila berbicara, tepatilah bila berjanji, tunaikanlah bila diamanati, jagalah kehormatanmu, jagalah pandanganmu, dan kendalikanlah tanganmu.” (HR. Ahmad dari Ubadah bin Shamit)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu, dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar (QS.Al-Ahzab; 33:70-71)

Penerapan kata jujur, menurut Al-Ghazali dalam kitabnya (Ihya ‘Ulumuddin/12, Bukittinggi, Syamza, 1976), dalam bidang pengertiaan.
      1 Jujur dalam kata
      2.  Jujur dalam niat dan kemauan
      3.  Jujur dalam mengambil keputusan
      4 Jujur dalam menjalankan keputusan
      5 Jujur dalam amaliyah (bekerja/berbuat)
      6.  Jujur dalam mencapai berbagai taraf keagamaan
Bagian keenam atau terakhir, adalah merupakan taraf tertingi dan termulia, yaitu sikap jujur tentang semua sifat-sifat tingi keagamaan, seperti jujur tentang cemas dan harap, mengagungkan Tuhan, zuhud dan ridha, tawakkal dan cinta, dan semua derjat-derjat utama. Seseorang jujur yang telah mendalam kesanggupannya, ialah yang dapat mencapai hakikat semua ini. Bila suatu sifat itu telah mengusai diri sesorang, dan dia telah sempurna menjalani hakikatnya, dinamakan dia seorang yang jujur dan benar dibidang itu. Allah SWT berfirman;
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang jujur (benar) (QS, al-Hujurat:15).
Artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang jujur (benar) (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa (QS, Al-Baqarah; 2:177).
Ja’far Ash-Shadiq berkata: Sikap jujur berarti ber-mujahadah melatih diri,dan jangan memilih tujuan selain Allah SWT, seperti juga Allah hanya memilih anda selaku makhluk utama, dalam firman-Nya: Dia telah berkenan memilih kamu! 

* Nilai-nilai kejujuran dalam pelaksanaan shalat

“Shalat adalah tiang agama, shalat adalah kunci kebaikan.” (HR, Thabrani) Alfis Chaniago, Indeks Hadis dan syarah, I, 2012, 91).Shalat itu tiang agama, barang siapa mendirikan shalat berarti dia mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan berarti dia meruntuhkan agama. Shalat merupakan kunci kebaikan, karena dapat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, seperti yang disebutkan dalam firman-Nya:
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Ankabut; 29:45).

Shalat mempunyai rukun aqwal, af’al dan zikr. Tiga komponen tersebut  mangandung rahasia-rahasia dan nilai-nilai yang mendalam; yang sarat nilai pendidikan. Mari kita potret shalat kita, apa yang kita lakukan dari rukun-rukun maupun sunnah-sunnahnya tersebut? Bagaimana kita melakukannya? Sebagai tiang agama dan kunci kebaikan, sudahkah kita mengikuti sebagaimana Rasulullah SAW yang memberikan tuntunan sedemikian rupa kepada umatnya melalui ajaran-ajaran yang dibawa beliau?

Shalat bila dilihat lebih jauh, akan dapat diketahui makna dan nilai yang amat besar terkandung di dalamnya. Menurut  Supan Kusumamiharja (Studia Islamika, 1994, 45), Ada tiga hal yang menonjol dalam pelaksanaan shalat yang dilakukan, yaitu: kejujuran, kesucian/kebersihan, dan kedisiplinan. Salah satu di antaranya akan dicoba melihat bagaimana shalat memberikan nilai kejujuran kepada pelaksananya. Bila seseorang sudah jujur, baik dalam niat/hati, akal/pikiran, perkataan maupun dalam perbuatan, agaknya isi dunia ini akan baik selalu. 

Shalat lima waktu menjadi santapan sehari-hari bagi ruh. Di dalam munajat seorang hamba kepada Tuhannya dalam shalatnya, ada santapan ruhani yang menyinari hatinya, melapangkan dadanya, memmbawanya dari bumi menuju langit, dan memasukannya ke hadirat Allah tanpa pintu, menghadapkan kepada-Nya tanpa ada penghalang, dia bisa berbicara kepada-Nya tanpa penerjemah, mengadu kepada Yang dekat Yang tidak jauh, meminta pertolongan kepada Yang Maha Perkasa bukan kepada yang lemah, dan memohon kepada-Nya Yang maha kaya yang tidak bakhil.

Shalat merupakan gerakan dan perbuatan, yang mencakup segala sisi kemanusiaan. Di dalam shalat badan beraktivitas dengan berdiri, ruku’, dan sujud serta duduk. Lidah beraktivitas dengan membaca (al-quran), bertakbir, bertasbih, bertahlil dan berdoa. Akal beraktivitas dengan merenung atau memikirkan apa yang dibaca atau dibacakan. Hati beraktivitas dengan menghadirkan pengawasan Allah, dan perasaan takut, cinta, serta rindu kepada-Nya. Mungkin seseorang disebut seorang yang benar atau jujur, apabila badan, lidah, akal dan hati bersesuain dalam kerjanya, sejalan dalam langkahnya, tidak ada perbedaan antara perbuatan hati dengan lidah, anggota dan akal.

Shalat dalam pelaksanaannya, dituntut untuk memakai pakaian bersih, suci dan indah. Bersih badan, tempat dan pakaian lahir dan batin, merupakan salah satu syarat shahnya shalat. Pelaku shalatlah yang lebih mengetahui itu semua, dan kejujuran mempunyai peran penting dalam hal ini. Mungkinkah ia disebut seorang yang jujur, bila ia mengenakan sesuatunya (benda yang digunakan atau cara untuk memperolehnya) untuk shalat tanpa mengikuti aturan-aturan syari’at/agama.

Di dalam shalat terdapat dukungan bagi hati nurani seseorang mukmin yang memberinya kekuatan untuk melakukan kebaikan, meninggalkan kejahatan, menjauhi perbuatan keji dan munkar, dan melawan rasa takut terhadap kejahatan serta rasa enggan melakukan keburukan. Kekuatan tersebut menanamkan dalam hati  pengawasan allah SWT, penjagaan terhadap hukum-hukum-Nya, menghargai waktu, menepati janji, mengalahkan kemalasan, hawa nafsu dan segala bentuk kelemahan manusia. (Al-Ma’arij/19/23).

Jujur sebenarnya banyak mengandung keutamaan bila dilihat lebih jauh, yang diantaranya adalah dapat mengantarkan ke surga, melahirkan ketenangan, disukai semua orang, mengantarkan pelakunya ke derajat yang lebih tinggi, dan mengantarkan kepada keberkahan. Aamiin...

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 Rohis SMK Negeri 1 Depok (RHISAD).

Designed by MediaIslami | MEDIARHISAD