Kata
shiddiq, berasal dari kata shidqu atau jujur, lawannya adalah al-kizbu
atau bohong. Jujur artinya sesuainya sesuatu dengan kenyataan yang sesungguhnya
dalam perkataan dan perbuatan (Humaidi Tatamangarsa, Akhlaq yang Mulia, Bina
ilmu: 1998, 149) Allah melekatkan sifat ini kepada para nabi dalam rangka
pujian dan sanjungan kepada beliau, sebagaimana firman-Nya sebagai berikut:
Di antara
orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang jujur (menepati) apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara
mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu [apa yang telah Allah janjikan
kepadanya] dan mereka tidak merobah (janjinya) (QS Al-Ahzab; 33:23)
Ceritakanlah
(hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-kitab (Al-Quran) ini. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang sangat jujur (membenarkan semua hal yang ghaib yang datang
dari Allah) lagi seorang Nabi (QS. Maryam; 19:41).
Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam
Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang jujur (benar janjinya), dan Dia
adalah seorang Rasul dan Nabi. Dan ia menyuruh ahlinya (umat) untuk
bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi
Tuhannya. Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang
tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat jujur
(membenarkan) dan seorang Nabi (QS. Maryam; 19:54-56).
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama
orang-orang yang benar QS. At-Taubah; 9:119).
Jujur adalah
termasuk akhlaq mahmudah yang pokok dan penting; induk dari sifat-sifat baik
lainnya, yang membawa orang kepada kebaikan. Karena itu Rasulullah SAW
menyebutkan jujur itu sebagai semacam kunci masuk surga.
Sabda
Rasulullah SAW, yang artinya: “Wajib
bagimu berlaku benar (jujur), karena sesungguhnya kejujuran membawa kepada
kebajikan, dan kebajikan itu membimbig ke surga. Seseorang senantiasa berkata
dan berlaku jujur dan mengusahakan sungguh-sungguh akan kejujuran, atau
bertindak jujur, sehingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang shiddiq”
(HR. Bukhari).
“Empat
perkara apabila ada padamu, tidak akan merugi lepasnya segala sesuatu dari
dunia daripadamu, yaitu memelihara amanah, tutur kata yang benar, akhlaq yang
baik, dan bersih dari tamak” (HR. Ahmad) (Humaidi Tatamangarsa, 1998;150)
“Hendaklah
kamu sekalian menjamin kepadaku untuk mengerjakan 6 perkara, aku akan jamin
untukmu surga; yaitu Jujurlah bila berbicara, tepatilah bila berjanji,
tunaikanlah bila diamanati, jagalah kehormatanmu, jagalah pandanganmu, dan
kendalikanlah tanganmu.” (HR. Ahmad dari Ubadah bin Shamit)
Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu, dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar (QS.Al-Ahzab;
33:70-71)
Penerapan
kata jujur, menurut Al-Ghazali dalam kitabnya (Ihya ‘Ulumuddin/12, Bukittinggi,
Syamza, 1976), dalam bidang pengertiaan.
1. Jujur dalam kata
2. Jujur dalam
niat dan kemauan
3. Jujur dalam mengambil keputusan
4. Jujur dalam menjalankan keputusan
5. Jujur dalam amaliyah (bekerja/berbuat)
6. Jujur dalam mencapai berbagai taraf keagamaan
Bagian
keenam atau terakhir, adalah merupakan taraf tertingi dan termulia, yaitu sikap
jujur tentang semua sifat-sifat tingi keagamaan, seperti jujur tentang cemas
dan harap, mengagungkan Tuhan, zuhud dan ridha, tawakkal dan cinta, dan semua
derjat-derjat utama. Seseorang jujur yang telah mendalam kesanggupannya, ialah
yang dapat mencapai hakikat semua ini. Bila suatu sifat itu telah mengusai diri
sesorang, dan dia telah sempurna menjalani hakikatnya, dinamakan dia seorang
yang jujur dan benar dibidang itu. Allah SWT berfirman;
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya
(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah.
Mereka itulah orang-orang yang jujur (benar) (QS, al-Hujurat:15).
Artinya:
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang jujur
(benar) (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa (QS, Al-Baqarah;
2:177).
Ja’far
Ash-Shadiq berkata: Sikap jujur berarti ber-mujahadah melatih diri,dan jangan
memilih tujuan selain Allah SWT, seperti juga Allah hanya memilih anda selaku
makhluk utama, dalam firman-Nya: Dia telah berkenan memilih kamu!
* Nilai-nilai kejujuran dalam pelaksanaan shalat
“Shalat
adalah tiang agama, shalat adalah kunci kebaikan.” (HR, Thabrani) Alfis
Chaniago, Indeks Hadis dan syarah, I, 2012, 91).Shalat itu tiang agama, barang
siapa mendirikan shalat berarti dia mendirikan agama, dan barang siapa yang
meninggalkan berarti dia meruntuhkan agama. Shalat merupakan kunci kebaikan,
karena dapat mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar, seperti yang
disebutkan dalam firman-Nya:
Artinya:
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan)
keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS Al-Ankabut; 29:45).
Shalat
mempunyai rukun aqwal, af’al dan zikr. Tiga komponen tersebut mangandung
rahasia-rahasia dan nilai-nilai yang mendalam; yang sarat nilai pendidikan.
Mari kita potret shalat kita, apa yang kita lakukan dari rukun-rukun maupun
sunnah-sunnahnya tersebut? Bagaimana kita melakukannya? Sebagai tiang agama dan
kunci kebaikan, sudahkah kita mengikuti sebagaimana Rasulullah SAW yang memberikan
tuntunan sedemikian rupa kepada umatnya melalui ajaran-ajaran yang dibawa
beliau?
Shalat bila
dilihat lebih jauh, akan dapat diketahui makna dan nilai yang amat besar
terkandung di dalamnya. Menurut Supan Kusumamiharja (Studia Islamika,
1994, 45), Ada tiga hal yang menonjol dalam pelaksanaan shalat yang dilakukan,
yaitu: kejujuran, kesucian/kebersihan, dan kedisiplinan. Salah satu di
antaranya akan dicoba melihat bagaimana shalat memberikan nilai kejujuran kepada
pelaksananya. Bila seseorang sudah jujur, baik dalam niat/hati, akal/pikiran,
perkataan maupun dalam perbuatan, agaknya isi dunia ini akan baik selalu.
Shalat lima
waktu menjadi santapan sehari-hari bagi ruh. Di dalam munajat seorang hamba
kepada Tuhannya dalam shalatnya, ada santapan ruhani yang menyinari hatinya,
melapangkan dadanya, memmbawanya dari bumi menuju langit, dan memasukannya ke
hadirat Allah tanpa pintu, menghadapkan kepada-Nya tanpa ada penghalang, dia
bisa berbicara kepada-Nya tanpa penerjemah, mengadu kepada Yang dekat Yang
tidak jauh, meminta pertolongan kepada Yang Maha Perkasa bukan kepada yang
lemah, dan memohon kepada-Nya Yang maha kaya yang tidak bakhil.
Shalat
merupakan gerakan dan perbuatan, yang mencakup segala sisi kemanusiaan. Di
dalam shalat badan beraktivitas dengan berdiri, ruku’, dan sujud serta duduk.
Lidah beraktivitas dengan membaca (al-quran), bertakbir, bertasbih, bertahlil
dan berdoa. Akal beraktivitas dengan merenung atau memikirkan apa yang dibaca
atau dibacakan. Hati beraktivitas dengan menghadirkan pengawasan Allah, dan
perasaan takut, cinta, serta rindu kepada-Nya. Mungkin seseorang disebut
seorang yang benar atau jujur, apabila badan, lidah, akal dan hati bersesuain
dalam kerjanya, sejalan dalam langkahnya, tidak ada perbedaan antara perbuatan
hati dengan lidah, anggota dan akal.
Shalat dalam
pelaksanaannya, dituntut untuk memakai pakaian bersih, suci dan indah. Bersih
badan, tempat dan pakaian lahir dan batin, merupakan salah satu syarat shahnya
shalat. Pelaku shalatlah yang lebih mengetahui itu semua, dan kejujuran
mempunyai peran penting dalam hal ini. Mungkinkah ia disebut seorang yang
jujur, bila ia mengenakan sesuatunya (benda yang digunakan atau cara untuk
memperolehnya) untuk shalat tanpa mengikuti aturan-aturan syari’at/agama.
Di dalam
shalat terdapat dukungan bagi hati nurani seseorang mukmin yang memberinya
kekuatan untuk melakukan kebaikan, meninggalkan kejahatan, menjauhi perbuatan
keji dan munkar, dan melawan rasa takut terhadap kejahatan serta rasa enggan
melakukan keburukan. Kekuatan tersebut menanamkan dalam hati pengawasan
allah SWT, penjagaan terhadap hukum-hukum-Nya, menghargai waktu, menepati
janji, mengalahkan kemalasan, hawa nafsu dan segala bentuk kelemahan manusia.
(Al-Ma’arij/19/23).
Jujur
sebenarnya banyak mengandung keutamaan bila dilihat lebih jauh, yang
diantaranya adalah dapat mengantarkan ke surga, melahirkan ketenangan, disukai
semua orang, mengantarkan pelakunya ke derajat yang lebih tinggi, dan mengantarkan
kepada keberkahan. Aamiin...
0 komentar:
Posting Komentar